MAKALAH
“KAFALAH”
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kelompok :
Mata Kuliah :
Fiqh Muamalah II
Dosen Pengampu :
H. Makmuri, M.Pd.I
![]() |
Disusun oleh:
Kelompok 5
1.
Indah Mardiyanti A1711012
2.
M. Kholil M1721012
3.
Syifaul Fauzi M1721027
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SYARI’AH
PUTERA BANGSA TEGAL
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “KAFALAH”
ini dengan baik.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen yang telah memberikan tugas
dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Tegal, 20 Juli 2019
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................... i
Daftar Isi .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................... .... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ .... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... .... 2
A. Pengertian Al-Kafalah ......................................................................... .... 2
B. Landasan Hukum Kafalah ................................................................... .... 4
C. Hikmah................................................................................................. .... 5
D. Rukun dan Syarat Kafalah .................................................................. .... 6
E. Macam-macam Kafalah ....................................................................... .... 6
F. Kebolehan dan Batas Tanggung Jawab Penanggung
(Kafil) .............. .... 7
G. Pembayaran Kafil ..................................................................................... 7
H. Penerapan Al-Kafalah Dalam Islam Perbankan
Syariah .......................... 8
I. Bank Garansi............................................................................................. 9
BAB III PENUTUP ........................................................................................ .... 11
Kesimpulan .......................................................................................... .... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu fungsi lembaga keuangan syari’ah, khususnya bank
syari’ah adalah memberikan jaminan kepada nasabahnya. Jaminan yang di berikan
oleh lembaga keuangan syari’ah adalah jaminan yang di berikan oleh penanggung
kepada pihak ke tiga untuk memenuhi kewajiban pihak ke dua atau yang di tanggung.
Hal ini berarti bahwa lembaga keuangan syari’ah menyediakan jasa untuk memenuhi
salah satu kebutuhan nasabahnya. Sebab dalam rangka menjalankan usahanya,
adakalanya seorang nasabah sering memerlukan penjaminan kepada pihak lain.
Untuk memenuhi kebutuhan usaha tersebut, maka lembaga keuangan syari’ah
berkewajiban untuk menyediakan satu skema penjaminan yang berdasarkan
prinsi-prinsip syari’ah.
Sesuai dengan prinsip operasioanalnya, jaminan yang di berikan oleh
lembaga keuangan syari’ah itu mesti sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Kesesuaina dengan prinsip-rinsip syari’ah ini, antara lain, di tandai dengan
adanya kad yang melegalkan atas jaminan yang di berikan oleh lembaga keuangan
syari’ah. Akad yang terkait secara erat dengan jaminan yang di berikan lembaga
keuangan syari’ah kepada nasabah ini adalah akad kafalah.
Oleh karena itu begitu signifikannya
keberadaan kafalah di lembaga keuangan syari’ah, maka tampaknya perlu ada
penjelasan lebih lanjut tentang apa sesungguhnya yang di maksud dengan kafalah
itu? Dan bagaimana implementasi kafalah di lembaga syari’ah keuangan syari’ah.
Jawaban atas pertanyaan itulah yang akan di deskripikan pada penjelasan
berikut.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian al- kafalah?
2. Bagaimanakah landasan hukum kafalah?
3. Bagaimanakah rukun dan syarat kafalah?
4. Bagaimanakah pelaksanaan kafalah?
5. Bagaimanakah aplikasi kafalah dalam perbankan syari’ah?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan kafalah.
2. Untuk mengetahui bagaimana landasan hukum kafalah.
3. Untuk mengetahui bagaimana rukun dan syarat kafalah.
4. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kafalah.
5. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi kafalah dalam perbankan
syari’ah.
1.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AL-KAFALAH
1. Menurut Bahasa
Al-Kafalah secara etimologi berarti الضمان (jaminan),[1]
الحمالة (beban), dan الزعامة (tanggungan). Kafalah juga berarti
mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
2. Menurut syara’
a. Menurut Madzhab Syafi’i
Al-Kafalah adalah “akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada
tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau
menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.[2]
b. Menurut Madzhab Maliki
Al-Kafalah adalah “Orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan
pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan, baik menanggung pekerjaan
yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda.[3]
c. Menurut Madzhab Hanafi
Kafalah memiliki dua makna, yaitu pertama, kafalah berarti
menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam penagihan dengan jiwa, utang
atau zat benda, dan kedua kafalah berarti menggabungkan dzimah kepada dzimah
yang lain dalam pokok (asal) utang.[4]
d. Menurut Madzab Hanbali
Madzab hanbali mengartikan kafalah dengan iltizam, sesuatu yang di
wajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut yang di bebankan atau
iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan dua harta (pemiliknya) kepada
orang yang mempunyai hak.[5]
B. LANDASAN HUKUM KAFALAH
1. Al-Qur’an
Dasar hukum untuk akad memberi kepercayaan ini dapat dipelajari
dalam Al-Qur’an pada bagian yang mengisahkan Nabi Yusuf.
قَالُوا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَآءَ بِهِ حِمْلُ
بَعِيرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيمٌ
Artinya : Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala
Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". (Q.S. Yusuf : 72).
Dalam tafsir Aisarut Tafasir disebutkan bahwa Para pembantu raja
menjawab, "Kami sedang mencari bejana tempat minum raja. Kami akan
memberikan hadiah bagi orang yang menemukannya berupa makanan seberat beban
unta." Pemimpin mereka pun menyatakan dan menegaskan hal itu dengan
berkata, "Aku menjamin janji ini."
Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan za’im dalam ayat ini
adalah kafiil penjamin.
2. Al-Hadits
Jabir bin Abdullah ra. Berkata:
وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: ( تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنَّا,
فَغَسَّلْنَاهُ, وَحَنَّطْنَاهُ, وَكَفَّنَّاهُ, ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقُلْنَا: تُصَلِّي عَلَيْهِ? فَخَطَا خُطًى, ثُمَّ
قَالَ: أَعَلَيْهِ دَيْنٌ? قُلْنَا: دِينَارَانِ، فَانْصَرَفَ, فَتَحَمَّلَهُمَا
أَبُو قَتَادَةَ، فَأَتَيْنَاهُ, فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ: اَلدِّينَارَانِ
عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أُحِقَّ اَلْغَرِيمُ
وَبَرِئَ مِنْهُمَا اَلْمَيِّتُ? قَالَ: نَعَمْ, فَصَلَّى عَلَيْهِ ) رَوَاهُ
أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ,
وَالْحَاكِمُ
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki
di antara kami meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan
kapas, dan mengkafaninya. Kemudian
kami mendatangi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan kami tanyakan:
Apakah baginda akan menyolatkannya?. Beliau melangkan beberapa langkah kemudian
bertanya: "Apakah ia mempunyai hutang?". Kami menjawab: Dua dinar.
Lalu beliau kembali.Maka Abu Qotadah menanggung hutang tersebut. Ketika kami
mendatanginya; Abu Qotadah berkata: Dua dinar itu menjadi tanggunganku. Lalu
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Betul-betul engkau
tanggung dan mayit itu terbebas darinya." Ia menjawab: Ya. Maka beliau
menyolatkannya. Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut
Ibnu Hibban dan Hakim.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits ini dari Salamah bin al-Akwa’
dan disebutkan bahwa utangnya tiga dinar.Di dalam riwayat Ibn Majah dari Abu
Qatadah, ia ketika itu berkata, “Wa anâ attakaffalu bihi (Aku yang
menanggungnya).” Di dalam riwayat al-Hakim dari Jabir di atas terdapat tambahan
sesudahnya: Nabi bersabda kepada Abu Qatadah, “Keduanya menjadi kewajibanmu dan
di dalam hartamu sedangkan mayit tersebut terbebas?” Abu Qatadah menjawab,
“Benar.” Lalu Nabi saw. menshalatkannya. Saat bertemu Abu Qatadah Rasul saw.
bertanya, “Apa yang telah dilakukan oleh dua dinar?” Akhirnya Abu Qatadah
berkata, “Aku telah membayar keduanya, ya Rasulullah.” Nabi saw. bersabda,
“Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya.” (HR al-Hakim).[6]
C. HIKMAH
Kafalah ( jaminan) merupakan salah satu ajaran Islam. Jaminan pada
hakikatnya usaha untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi semua orang yang
melakukan sebuah transaksi. Untuk era sekarang ini kafalah adalah asuaransi.
Jaminan atau asuaransi telah disyariatkan oleh Islam ribuan tahun silam.
Ternyata, untuk masa sekarang ini kafalah (jaminan) sangat penting, tidak
pernah dilepaskan dalam bentuk transaksi seperti uang apalagi transaksi besar
seperti bank dan sebagainya. Hikmah yang dapat diambil adalah kafalah mendatangkan
sikap tolong menolong, keamanan, kenyamanan, dan kepastian dalam bertransaksi.
Wahbah Zuhaily mencatat hikmah tasry dari kafalah untuk memperkuat hak,
merealisasikan sifat tolong menolong, mempermudah transaksi dalam pembayaran
utang, harta dan pinjaman. Supaya orang yang memiliki hak mendapatkan
ketenangan terhadap hutang yang dipinjamkan kepada orang lain atau benda yang
dipinjam.[7]
D. RUKUN DAN SYARAT AL-KAFALAH
Adapun rukun kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam
beberapa lileratur fikih terdiri atas:
1. Pihak penjamin/penanggung (kafil, dhamin,
za’im), dengan syarat baligh(dewasa), berakal sehat, berhak penuh melakukan
tindakan hukum dalam urusan hartanya, dan rela (ridha) dengan tanggungan
kafalah tersebut.
2. Pihak yang berhutang/yang dijamin (makful
'anhu, 'ashil, madhmun’anhu), dengan syarat sanggup menyerahkan tanggungannya
(piutang) kepada penjamin dan dikenal oleh penjamin.
3. Pihak yang berpiutang/yang menerima jaminan
(makful lahu, madhmun lahu),dengan syarat diketahui identitasnya, dapat hadir
pada waktu akad atau memberikan kuasa, dan berakal sehat.
4. Obyek jaminan (makful bih,madhmun
bih),merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang (ashil), baik berupa
utang, benda, orang maupun pekerjaan, bisa dilaksanakan oleh pejamin, harus
merupakan piutang mengikat (luzim) yang tidak mungkin hapus kecuali setelah
dibayar atau dibebaskan, harus jelas nilai,jumlah, dan spesifikasinya, tidak
bertentangan dengan syari'ah (diharamkan).
5. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz ijab dan
kabul itu berarti menjamin.
6. Tidak bertentangan dengan syariat Islam.[8]
E. MACAM-MACAM KAFALAH
1.
Kafalah
Bi Al-Mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk
kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan
jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.
2.
Kafalah
Bi An-Nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini, bank dapat
bertindak sebagai Juridical Personality yang dapat memberikan jaminan untuk
tujuan tertentu.[9]
3.
Kafalah
Bi At-Taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin pengembalian barang
sewaan pada saat masa sewanya berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat
dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan
perusahaan, leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee kepada
nasabah tersebut.
4.
Kafalah
Al-Munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu dan untuk
tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, kafalah model ini dikenal
dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).
5. Kafalah Al-Mu’allaqah, Bentuk kafalah ini
merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, di mana jaminan dibatasi
oleh kurun waktu tertentu dan tujuan tertentu pula.[10]
F. KEBOLEHAN DAN BATAS TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG (KAFIL)
Hukum Kafalah (menanggung seseorang) adalah boleh apabila orang
yang ditanggung memiliki tanggung jawab atas hak Adami (menyangkut hak
manusia).Misalnya menanggung orang yang mendapat hukuman Qishas. Hukuman itu
merupakan tanggung jawab yang hampir sama dengan tanggung jawab atas harta
benda. Maksud menanggung disini adalah, menanggung orangnya agar tidak
melarikan diri menghindari hukuman, bukan menanggung hukuman atas orang itu.
Menanggung orang yang dihukum, akibat dosa terhadap hak Allah SWT
yaitu hudud tidaklah sah.Hudud adalah sanksi terhadap suatu kemaksiyatan yang
telah ditetapkan kadarnya oleh syara’ guna mencegah kemaksiyatan yang
serupa.Misalnya, dihukum karena berzina, homoseksual, menuduh berzina, meminum
khamar, murtad, pembegal, dan mencuri.Bahkan kita diperintahkan untuk
menghalangi perbuatan-perbuatan tersebut serta memberantasnya sekuat tenaga.
Nabi Saw., bersabda :“Tidak ada kafalah dalam had” (HR. Al-Baihaqi)
Jika orang yang ditanggung (yang akan dihukum) meninggal dunia,
orang yang menanggung tidak dikenai hukuman hudud, seperti apa yang sedianya
akan dijatuhkan kepada orang yang ditanggung. Ia tidak harus menggantikannya
sebagaimana kalau menanggung harta benda.[11]
G. PEMBAYARAN KAFIL (ORANG YANG MENJAMIN)
Apabila orang yang menjamin (dhamin/kafil) memenuhi kewajibannya
dengan membayar hutang orang yang ia jamin, dan pembayaran itu atas
perintah/izin makful ‘anhu. Maka ia boleh meminta kembali uang dengan jumlah
yang sama kepada orang yang ia jamin (makful ‘anhu). Dalam hal ini keempat imam
madzhab bersepakat.
Namun mereka berbeda pendapat, apabila penjamin (kafil) sudah
membayar hutang/beban orang yang ia jamin (makful ‘anhu) tanpa perintah/izin
orang yang dijamin. Menurut as-Syafi’i dan Abu Hanifah bahwa membayar hutang
orang yang dijamin tanpa izin darinya adalah sunnah, penjamin (kafil) tidak
punya hak untuk minta ganti rugi kepada orang yang dijamin (makful ‘anhu).
Contohnya seperti kasus Abu Qatadah ra.yang membayar hutang si mayit. Menurut
Mazhab Maliki, penjamin (kafil) berhak menagih kembali kepada orang yang
dijamin (makful ‘anhu).Ibnu Hazm berpendapat bahwa kafil/dhamin tidak berhak
menagih kembali kepada orang yang dijamin (makful ‘anhu) atas apa yang telah
dia bayarkan, baik dengan perintah/izin makful ‘anhu maupun tidak. Kecuali
orang yang dijamin meminta diqardhunkan (aqad hutang ke penjamin). Dan itu
berarti si penjamin boleh menagih kembali atas apa yang dia bayarkan.[12]
H. PENERAPAN AL-KAFALAH DALAM PERBANKAN SYARIAH
Dalam mekanisme system perbankan prinsip-prinsip kafalah dapat
diaplikasikan dalam bentuk pemberian jaminan bank dengan terlebih dahulu
diawali dengan pembukaan fasilitas yang ditentukan oleh bank atas dasar hasil
analisa dan evaluasi dari nasabah yang akan diberikan fasilitas tersebut.
Fasilitas kafalah yang diberikan akan terlihat pada perkiraan administratif
baik berupa komitmen maupun kontinjen.
Fasilitas yang dapat diberikan sehubungan dengan penerapan prinsip
kafalah tersebut adalah fasilitas bank garansi dan fasilitas letter of credit.
Fungsi kafalah adalah pemberian jaminan oleh bank bagi pihak-pihakyang terkait
untuk menjalankan bisnis mereka secara lebih amandan terjamin, sehingga adanya
kepastian dalam berusaha/bertransaksi, karena dengan jaminan ini bank berarti
akan mengambil alih risiko/kewajiban nasabah, apabila nasabah wanprestasi/lalai
dalam memenuhi kewajibannya.
Pihak bank sebagai lembaga yang memberikan jaminan ini, juga akan
memperoleh manfaat berupa peningkatan pendapatan atas upah yang mereka terima
sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga akan memberikan kontribusi
terhadap perolehan pendapatan mereka.[13]
I. FATWA DSN TENTANG KAFALAH
Ketentuan hukum dalam fatwa DSN MUI no. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang
kafalah ini adalah sebagai berikut :
Pertama: Ketentuan Umum Kafalah
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan
oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
(akad).
2. Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang
tidak memberatkan.
3. Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan
secara sepihak.
Kedua: Rukun dan Syarat Kafalah
1.
Pihak
Penjamin (Kafiil)
a.
Baligh
(dewasa) dan berakal sehat.
b.
Berhak
penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha)
dengan tanggungan kafalah tersebut.
2.
Pihak
Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
a.
Sanggup
menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin.
b.
Dikenal
oleh penjamin.
3.
Pihak
Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
a.
Diketahui
identitasnya.
b.
Dapat
hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
c.
Berakal
sehat.
4.
Obyek
Penjaminan (Makful Bihi)
a.
Merupakan
tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun
pekerjaan.
b.
Bisa
dilaksanakan oleh penjamin.
c.
Harus
merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah
dibayar atau dibebaskan.
d.
Harus
jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
e.
Tidak
bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).
Ketiga : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.[14]
J. BANK GARANSI
Bank garansi yang diterbitkan suatu bank merupakan pernyataan
tertulis untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan (pemilik proyek)
apabila di kemudian hari pihak yang dijamin (pengelola proyek) tidak memenuhi
kewajibannya kepada penerima jaminan (pemilik proyek) sesuai dengan jangka
waktu dan syarat-syarat yang telah ditentukan.Oleh karena itu, di dalam
mekanisme bank garansi terdapat tiga pihak yang terkait, yaitu bank sebagai
penjamin, nasabah pengelola proyek sebagai yang dijamin atas permintaannya, dan
penerima jaminan (pemilik proyek).
Bank dalam pemberian garansi ini, biasanya meminta kepada nasabah
pengelola proyek setoran jaminan sejumlah tertentu (sebagian atau seluruhnya)
dari total nilai obyek yang dijaminkan. Bank juga dapat mensyaratkan nasabah
pengelola proyek untuk menempatkan sejumlah dananya sebagai rahn.Bank dapat
pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah/titipan.Karena hal tersebut,
bank boleh mendapatkan pengganti biaya gaji karyawan bank dan biaya
administrasi.
Surat garansi yang dikeluarkan oleh bank garansi dapat di bagi
menjadi enam bentuk surat penjaminan garansi yang dikeluarkan oleh bank
penjamin kepada yang dijamin agar proyek usaha atau bisnisnya bisa selesai
berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati dengan pemilik proyek.
1.
Bid
Bond. Secara umum bid bond penngertiannya sama dengan penjabaran arti dsan
makna dari bank garansi di atas. yakin bank sebagai pihak penjamin mengeluarkan
jaminan atas permintaan nasabah untuk kepentingan pemilik proyek agar
pengerjaan proyek tadi dapat selesai dengan seksama dan sesuai dengan
kesepakatan yang telah ditentukan di awal.
2.
Performance
Bond. Hampir sama dengan bid bond Jaminan yang diberikan oleh bank penjamin
atas permintaan nasabah untuk kepentingan pihak pemilik proyek. hanya saja
dalam Permormance Bond justru dsengaja ditekankan kepada pihak yang mengelola
proyek terikat dengan kontrak dan hal ini juga menyebabkan pihak yang mengelola
proyek tadi bisa dengan aman dan nyaman serta sungguh-sungguh dalam pengerjaan
proyek yang tentunya pihak pengelola sangat ditekankan tanggung jawabnya kepada
kepada pemilik proyek.
3.
Advance
Payment Bond. Hampir sama dengan dua penjelasan di atas hanya saja yang menjadi
perbedaannya antara bank penjamin, pihak yang dijamin, dan pihak yang terjmain
adalah pembayaran di awal muka atau pembayaran termin oleh pemilik proyek
kepada kontraktor.
4.
Rentention
Bond.Jaminan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah sebagai madhmun
lahu untuk kepentingan pemilik proyek yang menjadi mitra kerja nasabah. Ia
berkaitan dengan pemeliharaan hasil pekerjaan /proyek sampai batas waktu yang
telah diperjanjikan kontark kerja.
5.
Custom
Bond. Berkaitan erat dengan penangguhan bea masuk atas barang=-barang impor
yang dimintakan penangguhan pembayarannya apanila memnuhi syarat-syarat yang
ditetapkan penangguhan pembayarannnya.
6.
Shipping
Bond. Adalah jaminan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabahnya,
sehubungan dengan pengeluaran barang-barang impor dari pelabuhan/maskapai
pelayaran, sebelum datangnya dokumen impor yang asli dari bank yang melakukan
negosiasi.[15]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah ini, dapat disimpulkan bahwa
kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga (yang menerima jaminan) (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua (pihak yang dijamin) (makful ‘anhu, ashil). Akad ini berlandaskan dalil baik dari al-qur’an maupun as-sunnah
dan memiliki rukun-rukun yang harus dipenuhi.
Secara garis besar, kafalah dibagi menjadi dua bagian yaitu kafalah
dengan jiwa (kafalah bin-nafs) dan kafalah dengan harta (kafalah bil-maal).
Kafalah dapat dilaksanakan dengan lima bentuk, yaitu, Kafalah
Al-Mu’allaqah, Kafalah Al-Munjazah, Kafalah Bi At-Taslim, Kafalah Bi An-Nafs,
Kafalah Bi Al-Mal,
Hukum Kafalah (menanggung seseorang) adalah boleh apabila orang
yang ditanggung memiliki tanggung jawab atas hak Adami (menyangkut hak
manusia). Tidak menyangkut hak Allah Swt.(hudud).
Jika orang yang menjamin memenuhi kewajibannya dengan membayar
hutang orang yang ia jamin, dan atas perintah/izin yang dijamin, maka ia boleh
meminta kembali uang dengan jumlah yang sama kepada orang yang ia jamin. Jika
tidak atas perintah orang yang dijamin, maka penjamin (kafil) tidak punya hak
untuk minta ganti rugi kepada orang yang dijamin (makful ‘anhu).
Dengan adanya kafalah pihak yang dijamin/pengelola proyek (makful
‘anhu) dapat menyelesaikan proyek dengan ditanggung pengerjaannya dan bisa
selesai dengan tepat waktu atau efisien dengan jaminan pihak ketiga
(bank/kafil) yang menjamin pengerjaannya. Sedangkan dengan adanya kafalah pihak
yang menerima jaminan/pemilik proyek (makful lahu) menerima jaminan dari
penjamin (dalam hal ini bank/kafil ) bahwa proyek yang diselesaikan oleh
nasabah pengelola proyek tadi dapat selesai dengan tepat waktunya dan sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sabiq Sayyid. 1973. Fiqih Sunnah Beirut: Dar al-kitab al-Arabiyyah.
Al Juzayri,‘Abd al-Rahman. 1996. Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib
al-Arba’ah 4Beirut: Dar al-fikr.
Al-Asqani,Al-Hafidh Ibn Hajar. Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam.
Jeddah: Al-Harmain.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 1999. Bank Syariah Wacana Ulama dan
Cendikiawan Jakarta:Tazkia Institute.
Al-Zuhaily,Wahabbah Al-Zuhaily. 2005. Al-Fiqh Al-Islami Wa
Adillatuhu, jilid IV Beirut : Darul Fikri.
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Hasan, Abdullah Alwi Haji. 2006. Sales and Contracts Early
Islamic Commercial Law. New Delhi: Kitab Bhayan.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke
Praktik. Jakarta:
Gema Insani.
diakses tanggal 05 Mei 2016 pukul 08:44
Imron AL-Hushein, http://alhushein.blogspot.com/2012/01/kafalah-dan-aplikasinya
di-lembaga.html. Diakses tanggal 05/05/2016 pukul 09:26.
Zulkifli, Sunarto. 2001. Panduan Praktis Transaksi Perbankan
Syariah. Jakarta:
Gema Insani.
[1] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Beirut: Dar al-kitab al-Arabiyyah,
1973), III/283
[2] ‘Abd al-Rahman al-Juzayri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib
al-Arba’ah (Beirut: Dar al-fikr, 1996), III/188
[3] Ibid., 190
[4] Ibid.
[5] Ibid., 191
[6] Al-Hafidh Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil
Ahkam (Jeddah: Al-Harmain.)Hal. 186.
[7] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan
Cendikiawan (Jakarta:Tazkia Institute.1999) hal. 232
[8] Wahabbah Al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, jilid IV
(Beirut : Darul Fikri, 2005) Hal 4143
[9] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2010) hal. 98.
[10] Abdullah Alwi Haji Hasan, Sales and Contracts Early Islamic
Commercial Law (New Delhi: Kitab Bhayan. 2006) hal. 144.
[11] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik
(Jakarta: Gema Insani. 2001) Hal. 123.
[12] Op. Cit, Al-Hafidh Ibn Hajar Al-Asqalani, hal. 187.
[13] Imron AL Hushein, http://alhushein.blogspot.com/2012/01/kafalah-dan-aplikasinya-di-lembaga.html.
Diakses tanggal 05/05/2016 pukul 09:26
[14]
http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=159:fatwa-dsn-mui-no-no-11dsn-muiiv2000-tentang-kafalah-&catid=57:fatwa-dsn-mui
diakses tanggal 5 Mei 2016 pukul 08:44
[15] Sunarto
Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah,(Jakarta: Gema Insani.
2001) hal. 79.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar