Selasa, 14 September 2021

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PENULISAN QAWAIDHUL FIQHIYAH

TUGAS KELOMPOK

QAWAIDHUL FIQHIYAH

“SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PENULISAN QAWAIDHUL FIQHIYAH”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Qawaidul Fiqhiyah

Description: L:\LOGO STIES PUTERA BANGSA.jpg

Kelompok 4 :

1.      Abdul Qodir                           M1721001

2.      Fusila Rizqi Ardiani                A1711005

3.      M. Kholil                                 M1721012

Dosen Pengampu : H. M. Makmuri Aziz, M.Pd.I

 

 

 

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SYARI’AH

PUTERA BANGSA TEGAL

TAHUN 2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan Dan Penulisan Qawaidhul Fiqhiyah” ini dengan baik.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Tegal, 15 Februari 2019

 


 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A.    Latar Belakang ......................................................................................... 1

B.     Rumusan Masalah .................................................................................... 2

C.     Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A.    Periode Tumbuh dan Pembentukan Qawaid Fiqiyah Pada Masa Pembentukan Hukum (‘Asru Risalah)      .............................................................................................................. 3

B.     Periode Perkembangan dan Penulisan ...................................................... 7

C.     Periode Pemantapan Dan Sistematisasi .................................................... 11

D.    Kitab-Kitab Qawaid Fiqhiyah .................................................................. 14

E.     Metodologi Penyusunan Qawaid Fiqhiyah .............................................. 15

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 16

A.    Kesimpulan ............................................................................................... 16

B.     Saran ......................................................................................................... 17

Daftar Pustaka


BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Qawaid fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqh) merupakan salah satu kebutuhan bagi kita semua. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui benang merah dalam menguasai fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh dan lebih arif dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya dan lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat.

 Hal ini tidak lain karena kaidah fiqh sebagai hasil dari cara berfikir induktif, dengan meneliti materi-materi fiqh yang banyak sekali jumlahnya yang tersebar di dalam ribuan kitab fiqh. Jika kita lihat, sejarah perkembangan hukum Islam (tarikh al-tasyri’ al-islami) tidak menguraikan qawaid fiqhiyyah secara komperhensif (menyeluruh). Kitab-kitab sejarah perkembangan hukum Islam tidak mengkaji qawaid fiqhiyyah, apalagi sampai menjelaskan kegunanaan (urgensi) dan kedudukannya dalam hukum Islam.

 Dengan demikian, penelusuran terhadap perkembangan dan pengkodifikasian qawaid fiqhiyyah sangat penting dilakukan. Penelusuran tersebut, sedikit banyak akan dapat memberikan kejelasan tentang kegunaan (urgensi) dan kedudukan qawaid fiqhiyyah dalam hukum Islam. Begitu juga, tentang latar belakang sejarah perkembangan hukum Islam tidak mengkaji qawaid fiqhiyyah secara menyeluruh.

Untuk itu di sini penulis sedikit banyak akan menerangkan mengenai sejarah dari qawaid fiqhiyyah yang mencakup pembentukan, perkembangan, kodifikasi serta penyempurnaan qawaid fiqhiyyah.


B.  Rumusan Masalah

A.  Bagaimana Sejarah Qawaidhul Fiqhiyah?

B.  Bagaimana Proses Perkembangan dan Penulisan Qawaidhul Fiqhiyah?

C.  Apa saja kajian-kajian Qawaidhul Fiqhiyah?

D.  Menyebutkan kitab-kitab kaidah Qawaidhul Fiqhiyah?

E.   Bagaimana Metodologi Penyusunan Qawaidhul Fiqhiyah?

C.  Tujuan

Makalah ini disusun bertujuan agar kita mengetahui, memahami, dan mengerti tentang Qawaidhul Fiqhiyah dari mulai Sejarah, Penulisan, Perkembangan, serta Penyusunan Qawaidhul Fiqhiyah.


 


                                                            BAB II

PEMBAHASAN

A.  Periode Tumbuh dan Pembentukan Qawaid Fiqiyah Pada Masa Pembentukan Hukum ('Asru Risalah)

Periode ini meliputi 'asru risalah atau 'asru tasyri' (masa pembentukan hukum) yaitu zaman Nabi, zaman Alquran diturunkan dan hadis-hadis disampaikan, zaman sahabat atau yang dikenal dengan zaman khulafaau al-rasyidin, zaman tabi'in dan tabi' tabi'in. Dengan kata lain periode ini sejak bi'tsah Nabi sampai zaman keemasan fiqh di awal abad ke-4 H.

Pada zaman tasyri’ lahirlah berbagai kaidah hukum baik dari Alquran maupun melalui Sunnah. Seperti yang diketahui bahwa beberapa qaidah fiqh langsung diambil dari Alquran ataupun Sunnah. Artinya ungkapan Alquran yang memiliki sifati i'jaz dan sunnah dari Nabi yang dianugerahi kemampuan yang luar biasa dalam merangkai kata (jawami' al-kalim), selain sebagai sumber hukum sekakigus memenuhi kriteria qawaid fiqh, yaitu mengandung hukum yang bersifat umum yang dapat menerangkan hukum masalah furu' yang banyak. Qawaid yang diambil langsung dari nash. Ini juga disebut dengan al-taq'id bi al-nash.[1]

Cakupan Alquran terhadap qawaid fiqhiyah tsabit (ada) dari berbagai sisi, di antaranya:[2]

a.       Dari sisi penunjukan nash (tanshish) atas kandungan qawaid, seperti untuk kemudahan (taisir) dan dharar.

b.      Dari sisi adanya hukum-hukum fikih yang dianggap furu' dari qawaid.

c.       Dari sisi metode taq'id dan ta’shil (pembentukan kaidah dan penentuan dasar) yang ditempuh oleh Alquran.

d.      Dari sisi bahwa Alquran menyuruh untuk mengikut apa yang diistinbathkan ulama, sehingga beramal dengan qawaid semacam mengikut yang diperintahkan.

e.       Dari sisi perintah dalam Alquran untuk menjaga hukumhukum fiqh, dan menjaga hukum fikih salah satunya dengan merumuskan qawaid fiqhiyah.

f.       Dari sisi bahwa Alquran adalah ashal dari sunnah yang juga merupakan ashal dari qawaid fiqhiyah.

Beberapa kaidah qawaid fiqhiyah yang secara langsung  :dinyatakan dalam Alquran, sebagai berikut

وأحل الله البيع وحرم الربوا تأكلوا اموالكم بينكم بالباطل ولا فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره

Cakupan hadis terhadap qawaid fiqhiyah juga tsabit dengan berbagai aspek, termasuk keempat sisi cakupan Alquran terhadap qawaid fiqhiyah di atas ditambah karena Nabi langsung menyebutkan qawaid fiqhiyah.[3]

Contoh qawaid yang dinyatakan hadis secara langsung di antaranya:

الخراج بالضمان  العجماء جرحها جبار لا ضرر ولا ضرار البينة على المدعي واليمين على من أنكر وما أسكر كثيره فقليلو حرام


Imam Ibnu Taimiyah mengomentari hadis Nabi yang terakir ini dengan: “Rasulullah, dengan diberikan kemampuan jawami’ al-kalim, menggabungkan semua yang menutup akal atau membuat seseorang mabuk dan tidak membedakan antara satu jenis dengan yang lain, atau tidak membedakan apakah dianya dimakan atau diminum. Inilah kaedah yang tegas yang dirumuskan Nabi dalam bab benda-benda yang memabukkan dan hukumnya.[4]

Demikian pula ditemukan atsar dari fuqaha sahabat, ungkapan-ungkapan yang dapat dikategorikan sebagai qawaid fiqh. Misalnya ungkapan yang masyhur dari Umar bin Khattab:  يقاطع انحقٕق عُُد انشرٔط  dan dari beliau juga:  ييٍ عطم أرضا ثلاث س يسُيٍ

. Dari ‘Ali bin Abi Thalib نى يعً رْْا فجاء غيرِ فعً رْْا فٓٓي نّ. نيس عهى  ,ييٍ قاسى انربح فلا ضً اضًاٌ عهيّdiriwayatkan oleh Abdurrazaq :

ييٍ أجر أجيرا فٓفٕٓ ضايضايٍ , صاحب انعارية ض اٌ. Ungkapan-ungkapan diatas muncul ketika mencari dasar untuk suatu prinsip ( تأصيم يبدأ) atau ketika mencari 'illat hukum (تعهيم )الأحكاو  dianggap sebagai qawaid penting dalam muamalat maliyah.[5] 

 

 

Dari periode tabiin, sebelum terbentuknya mazhabmazhab fikih, dapat ditemukan beberapa qawaid fiqh. Misalnya yang diiriwayat dari ungkapan Imam al-Qadhi Syuraih bin alHarits al-Kindi (76 H) tentang syarat-syarat al-ja’liyah:  ييٍ شرط

 7.ييٍ ضًضًٍ يالا فهفهّ ربحّ  ,عهى فسَفسّ طائعا غير يكرِ فٓفٕٓ عهيّ

Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa pada zaman nabi, sahabat dan tabi'in, atau pada periode fikih belum lagi ditulis, qawaid fiqhiyah telah ada, dan bahwa periode itu dianggap dasar pembentukan qawaid fiqhiyah.

Adapun setelah penulisan fikih, pembentukan dan perumusan qawaid fiqh juga ikut berkembang secara bertahap, dan mencapai puncaknya di tangan para fuqaha besar mazhabmazhab fiqh. Barangkali kitab yang paling tua tentang qawaid fiqh adalah kitab al-Kharaj, karya Imam Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim al-Anshari, murid tertua Imam Abu Hanifah (182 H).8 Di antara qawaid fiqh dalam kitab al-Kaharaj adalah sebagai berikut:

التعزير إلى الإمام على قدر عظم الجرم وصغره  كل من مات من المسلمين لا وارث لو فمالو لبيت المال ليس للإمام أن يخرج شيئا من يد أحد إلا بحق ثابت معروف ليس لأحد أن يحدث مرجا في ملك غيره و لا يتخذ فيو نهرا ولا بئرا ولا مزرعة إلا بإذن صاحبو ولصاحبو أن يحدث ذلك كلو

 

Demikian pula yang termasuk sumber paling tua adalah beberapa kitab Imam Muhammad bin Hasan al-Saybani (189 H),  dalam kitabnya al-Ashl. Dalam kitab itu beliau kelihatan memberikan ‘illat beberapa masalah dan ta’lil ini kebanyakan berupa kaedah. Misalnya: لا يجتًًع الاجر ٔ انض اانضًاٌ . Dalam kitab al-Hujjah Imam al-Saybani merumuskan bebarapa             kaidah, misalnya:[6]

كل شيء كره أكلو و الإنتفاع بو على وجو من الوجوه فشراؤه وبيعو مكروه وكل شيء لا بأس بالانتغاع  من لو حق فهو لو على حالو حتى يأتيو اليقين على خلاف ذلك التحرى يجوز في كل ما جازت فيو الضرورة

Dalam kitab al-Umm karangan Imam Syafi'i (204 H) kadang-kadang menggandengkan furu' dengan ushulnya, dan ushul itu biasanya tidak keluar dari dhawabith fiqhiyah. Di antara kaidah yang ditulis Imam Syafi’i dalam al-Umm adalah sebagai berikut:

  الأعظم  إذا سقط عن الناس سقط ما ىو أصغر منو الرخص لا يتعدى بها مواضعها ولا عمل عامل إنما ينسب إلى كل قولو وعملو لا ينسب إلى ساكت قول قائل يجوز في الضرورة ما لا يجوز في غيرىا , قد يباح في لضرورة ما لا يباح في غير الضرورات; ,  كل ما أحل من محرم في معنى لا يحل إلا في ذلك المعنى خاصة .


Abu Daud juga meriwayat dari Imam Ahmad (241 H) dalam kitab al-Masail ungkapan yang memenui kriteria qawaid. Namun qawaid ini ditujukan untuk bab-bab khusus (dhawabith), misalnya dalam bab hibah:  كم يا جاز في انتيع تجٕٕز في انٓبة ٔانصدقة

كم شيء يشترييشتريّ انرجم يًًا يكال أٔ ي زيٕزٌ فلا atau dalam bab bai' :  انرْٔانرٍْ

 [7] . بيعّ حتى يقبض ٔأيا غير ذنك فرخص فيّ

Dari serangkaian uraian kajian kaidah-kaidah di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: 

a.       Qawaid fiqhiyah telah wujud dan tertanam dalam pemikiran para ulama dalam periode salaf. Walaupun belum bernama qawaid fiqhiyah dan menjadi cabang ilmu sendiri, namun qawaid yang mengalir dari lisan para ulama tersebut sudah menyerupai qawaid fiqhiyah pada abab-abad terakhir.

b.      Atsar atau ungkapan-ungkapan ulama salaf tersebut dapat dianggap batu loncatan bagi ulama mutaakhirin dalam merumuskan, mengumpulkan, menulis dan mengembangkan qawaid fiqhiyah.

B.  Periode Perkembangan dan Penulisan

Periode ini dimulai ketika kajian qawaid telah berupa cabang ilmu tersendiri, yang dimulai dari awal abad ke-4 H dan berlanjut selama beberapa abad. Periode ini dicatat pula sebagai masa mengendornya laju pertumbuhan pengkajian fikih, setelah melalui masa keemasan, yang meninggalkan khazanah fikih yang luar biasa. Para ulama pada periode ini cenderung untuk menulisnya, memberikan dalil, mentarjihnya saja, atau memanfaatkan hukum-hukum ijtihadiyah yang telah dijelaskan illat hukumnya untuk menetapkan hukum kasus-kasus baru yang muncul.[8]

Dalam aktivitas mentakhrij furu' kepada ushul para mujtahidin ternyata menjadikan pengkajian fikih menjadi berkembang dan meluas, memunculkan metode dan ilmu baru. Metode-metode itu kadang-kadang berupa qawaid dan dhawabith, kadang-kdang berupa furu’, algaz, mutharahat dan lain-lain.[9]

Sejarah mencatat bahwa ulama Hanafiah lebih terdahulu dari yang lain. Mungkin ini karena kayanya mereka dengan masalah furu’, sehingga beberapa ushul pun dirumuskan dari furu’ ulama mazhab mereka. Misalnya, Imam Muhammad dalam kita al-Ashl ketika membahas satu masalah memberikan furu’ dengan jumlah yang sangat banyak, sehingga sulit untuk menguasainya.[10]

Imam Abu Thaher al-Dabbas, seorang ulama abad ke-4 H, adalah ulama yang paling terdahulu --menurut riwayat yang sampai kepada kita-- yang mengumpulkan qawaid fiqhiyah dan menyusunnya sesuai susunan kitab fiqh. Beliau mengumpulkan qawaid mazhab Abu Hanifah dalam 17 kaidah, dan konon beliau selalu mengulang-ulang qawaid ini setiap malam di masjidnya.

Cukup sulit untuk memastikan ke-17 qawaid Imam al-Dabbas itu. Hanya diriwayatkan bahwa Abu Saad al-Harawi alSyafi’i belajar kepada beliau dan menyalin beberapa qawaid. Di antara qawaid itu adalah qawaid asasiah yang terkenal, sebagai berikut:

                                                           

الأمور بمقاصدىا  اليقين لا يزول بالشك المشقة تجلب التيسير الضرر يزال العادة محكمة

Atau dari apa yang ditulis oleh ulama seangkatan beliau Imam al-Karkhi (340 H), yang kemungkinan menyalin qawaid itu dan menambahnya sehingga menjadi 39 kaidah. Kemudian setelah itu datang Imam Abu Zaid al-Dabbusy (430 H) yang menambah apa yang diterima dari Imam al-Kurkhi ini, dan menulisnya dalam satu kitab tersendiri berjudul Ta’sis alNazhar. Inilah kitab pertama dalam ilmu qawaid fiqh dan merupakan permulaan periode penulisan. Sayangnya setelah kitab Ta’ssi al-Nazhar ini tidak ditemukan lagi kitab yang ditulis pada abad ke-5 ini, bahkan juga abad ke-6, kecuali kitab idhah al-qawaid yang ditulis oleh Imam Alaiddin Muhammad bin Ahmad al-Samarqandi (540 H).[11]

Pada abad ke-7, ilmu ini mulai bekembang walaupun belum mencapai kematangannya. Di antara ulama yang menonjol dan menulis dalam bidang ini adalalh Muhammad bin Ibrahim al-Jajarmy al-Suhlaki (613 H) yang menulis kitab alQawaid fi Furu al-Syafi’iyah, kemudian Imam Izzuddin bin Abd Salam (660 H) yang menulis kitab Qawaid al-Akam fi Mashalih al-Anam. Di antara ulama mazhab Maliki yang menulis pada abad ini ialah: Muhammad bin Abdullah bin Rasyid al-Bakary al-Qafshi dengan kitab yang berjudul al-Muzhab fi Qawaid al-Mazhab.[12]

Abad ke-8 dianggap abad keemasan penulisan qawaid fiqhiyah. Ulama dari kalangan Syafi’iyah dalam hal ini mendahului ulama mazhab lain. Di antara karya dalam qawaid fiqhiyah yang terpenting dan terkenal adalah sebagai berikut:[13]

a.       al-Asybah wa al-Nazha-ir, oleh Ibnu Wakil al-Syafi’i (716 H)

b.      Kitab al-Qawaid, oleh al-Maqarra al-Maliki (758)

c.       al-Majmu' al-Muzhab fi Dhabth Qawaid al-Mazhab, oleh al-

Ala-I al-Syafi'I 9761 H)

d.      al-Asybah wa al-Nazhair, oleh Tajuddin al-Subki (771 H),

e.       al-Asybah wa al-Nazhair, oleh jamaluddin al-Isnawi (772 H)

f.       al-Mantsur fi al-qawaid, oleh Baruddin al-Zarkasyi (794 H)

g.      al-Qawaid fi al-Fiqh, oleh Ibnu rajab al-Hanbali (795 H)

h.      al-Qawaid fi al-Furu', oleh Ali bin Utsman al-Gazzi (799 H).

Ulama abad ke-9 meneruskan dan menyempurnakan usaha ulama abad sebelumnya. Di antara karya dan ulama yang menonjol pada abad ini adalah sebagai berikut:[14]

a.       Kitab fi al-qawaid, dengan merujuk kepada kitab Ibnu

Subki, oleh Ibnu Mulaqqin (804 H)

b.      Asna al-Maqasid fi Tahrir al-Qawaid, oleh Muhammad bin Muhammad al-Zubairi (808 H)                                                      

c.       al-Qawaid al-Manzhumah, oleh Ibnu al-Haim al-Maqdisi

(815 H)

d.      Kitab al-Qawaid, oleh Taqiyuddin al-Hishni (829 H)

e.       Nazhmu al-Dakhair fi al-Asybah wa al-Nazhair, oleh

Abdurrahman bin Ali al-Maqdisi (876 H)

f.       al-Kulliyat al-Fiqhiyah wa al-Qawaid, oleh Ibnu Ghazi al-

Maliki (901 H)

g.      al-Qawaid wa al-Dawabith, oleh Ibnu Abdul Hadi (909 H).

Pada abad ke-10 penulisan dalam ilmu ini terus berlanjut. ‘Allamah al-Suyuthi (910 H) mengumpulkan qawaid yang bertebaran dalam al-Alai, al-Subki dan al-Zarkasyi dengan menulis kitab al-Asyabah wa al-Nazhair. Demikian pula ‘Allamah Abu Hasan al-Zaqqaq al-Tujibyi al-Maliki (912 H) mengumpulkan dari kitab pendahulunya seperti dari al-Furuq oleh al-Garafi dan kitab al-Qawaid oleh al-Mamaqarra. Ibnu Nujaim al-Hanafi (970 H) juga menulis kitab mirip dengan al-Suyuthi, diberi judul al-Asybah wa al-Nazhair.[15]

Demikianlah ilmu yang terus berkembang sepanjang zaman tetap terputus, pada abad ke-11 dan abad-abad setelah itu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa periode kedua dari perkembangan qawaid fiqh, yaitu periode perkembangan dan penulisan, yang dimulai dari al-Khurkhi dan al-Dabbusy hampir mendekati kesempurnaannya melalui usaha yang berkesinambungan dalam beberapa abad.

Dari uraian tentang perkembangan qawaid fiqhiyah pada periode ini ada beberapa catatan, sebagai berikut:                                    


a.         Mayoritas ulama yang menulis qawaid fiqhiyah mencukupkan dengan menukil dari qawaid fiqhiyah yang telah dirumuskan oleh ulama-ulama sebelumnya. Beberapa ulama yang memang terkenal dengan kedalaman ilmu mereka seperti Ibnu Wakil, al-Subki dan al-Alai mungkin ada merumuskan qawaid yang belum dibuat oleh ulama sebelunya.

b.          Para fuqaha seperti al-Kasaniy, Qadhikhan, Jamaluddin alHashiri dari kalangan Hanafiyah, al-Qarafy dari kalangan Malikiya, al-Juwainiy dan al-Nawaiy dari kalangan Syafi'iyah, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim membahas qawaid fiqhiyah ketika memberikan 'illat suatu hukum dan mentarjih pendapat-pendapa ulama menggandengkannya dengan furu’ dan hukum-hukum.

C.  Periode Pemantapan Dan Sistematisasi 

Sebelumnya telah diuraikan bahwa qawaid fiqhiyah di awal-awal kemunculannya hanya beredar pada ungkapan lisan para ulama terdahulu baik dari generasi tabi'in atau para imam mujtahid, kemudian diriwayatkan oleh para muridnya dan fuqaha pengikut mereka, sampai kepada penulisannya sehingga mulai menampakkan identitasnya. Tanpa memandang ringan usaha yang diberikan namun sejauh ini qawaid tersebut masih terpisah-pisah, tersebar dalam berbagai karya tulis, sebagian bercampur dengan ilmu lain seperti furuq dan alghaz, kadangkadang bercampur dengan qawaid ushuliyah . 

Qawaid fiqiyah mencapai kemantapannya pada akhir abad ke-13, di masa pemerintaan Sultan al-Ghazi Abdul Aziz Khan al-Usmani, yaitu ketika satu komite yang terdiri dari fuqaha’ masa itu berhasil merumuskan kumpulan qawaid fiqhiyah yang dinamakan al-Majallah al-Adliyah al-Usmaniyah.

Qawaid tersebut dipilih dan disaring dari sumber-sumber hukum Islam dan karya-karya besar yang dalam bidang qawaid fiqiyah seperti al-Asybah wa al-Nazhair Ibnu Nujaim, Majami' alHaqaiq al-Khadimy. Dan perlu dicatat bahwa para fuqaha’ yang menulis ini bekerja dengan sangat baik, baik dalam pemilihan maupun dalam sistematisasinya yang mirip undang-undang dengan ungkapan yang ringkas. Kitab al-Majallah yang diluncurkan tahun 1286 H menjadikan qawaid fiqiyah lebih dikenal orang.[16]

Penulisan qawaid fiqhiyah pada masa kini dapat dibagi kepada beberapa model. Ada model tahqiq (studi) terhadap karya ulama terdahulu, ada yang merangkum qawaid fiqhyah dari kitab-kitab fiqh, dan ada yang menyusun qawaid tersebut dengan urutan tertentu. Di antara kitab qawaid yang telah ditahqiq ialah:

a.       al-Asybah wa al-Nazhair karya Ibnu Subki, tahun 1411

b.      al-Asybah wa al-Nazhair karya Ibnu Wakil , tahun 1413

c.       al-Qawaid karya al-Hishni

d.      al-Mantsur fi al-qawaid karangan al-Zarkasyi

e.       al-Qawaid karya al-Maqarra

f.       Idhah al-masalik karya al-Wansyarisiy, tahun 1400 H

g.      Mukhtasar Min qawaid al-Alai wa kalam al-Asnawi karya

Ibnu Katib al-Dahsyah, taun 1984

h.      al-Majmu' al-Muzhab fi qawaid al-Mazab karya al-Ala-I, tahun 1414

i.        Syarah al-manhaj al-Muntakhab ila Qawaid al-Mazhab karya Ibnu al-Manjur.

Di antara penulisan modern yang merangkum qawaid dari kitab-kitab fikih ialah:                                                     

a.       Qawaid Fiqh al-Maliki, dirangkum dari al-Isyaraf 'ala Masail al-Khilaf karya Qadhi Abdul Wahab, dirangkum oleh DR. Muhammad al-Ruki, taun 1419.

b.      al-Qawaid al-Fiqhyah pada Bab Ibadah dan Muamalah, dirangkum dari al-Mugni Ibnu Qudamah, oleh Abdullah Isa, 1409.

c.       al-Qawaid wa al-Dhawabith yang dirangkum dari al-Tahrir li al-Husairi oleh DR. Ali Ahmad al-Nadawi, taun 1411.

d.      Al-qawaid wa al-Dhawabith al-fiqiyah 'Inda Ibnu Taimiyah Fi Kitab Thaharah wa al-Shalah, karya Dr. Nasir al-Miman, tahun 1416.

Kitab-kitab yang menyusun ulang qawaid, di antara nya adalah sebagai berikut:

a.       Qawaid Fiqh, karangan syeikh Amim al-Ihsan alMujaddidiy al-Barkatiy, yang mengampulkan 26 Kaedah dan menyusun menurut huruf hijaiyah, tahun 1407 H.

b.      Mausu'ah al-Qawaid al-Fiqhiyah, karya DR. Sidqi al-Burnu, tahun 1419.

c.       Jamharah al-qawaid al-Fiqhiyah, karya Ali al-Nadawi.  

Kitab-kitab yang membahas kaidah fikih tertentu atau studi teoritis mendasar, sebagai berikut:

a.       Qa'idah al-Umur bi Maqasidiha oleh Ya'qub al-Bahusain, tahun 1418 H.

b.      Qa'idah al-Masyaqqah tajlibu al-taysir oleh Jum'ah al-Said Makki.

c.       Qaidah I'mal al-Kalam aula min Ihmalihi oleh Syeik Musthafa Hurmusy tahun 1406.

d.      Qaidah al-Yaqin la Yazulu bi al-Syak oleh Ya'qub alBahusain tahun 1416

Kitab- kitab yang fokus untuk membahas sisi sejarah qawaid fiqhiyah, sebagai berikut:

a.       al-Qawaid             al-Fiqihiyah:   Nasyaatuha,    Dirasah Muaallafatuha, Adillatua, Muhimmatuha, Tathbiquha oleh Dr. Ali Ahmad al-Nadwi.

b.      al-Qawaid al-Fiqhiyah: al-Mabadi’, al-Muqawamat, alMasadir, al-Daliliyah, al-Tatawur, oleh Ya'qub al-Bahusain, tahun 1418.

c.       al-Wajiz fi Idhah al-Qawaid al-Kulliyah oleh Dr. Muhammad Sidqi al-Burnu tahun 1404.

d.      al-Qawaid al-Kubra oleh Dr. Abdullah al-'Ajlan tahun 1416 H. 

 

 

D.  Kitab-Kitab Qawaid Fiqhiyah

Berikut karya-karya dalam bidang qawaid fiqhiyah:

1.      Sumber-sumber kaidah fiqhiyah mazhab hanafi

a.       Ushul al Karkhi (261-340 H) di syarahi oleh Najmuddin an Nasfi (537 H)

b.      Abi zaid Ad Dabusi (430 H), terdapat 86 kaidah di dalamnya.

c.       Asbah wa Nazhair, karya Ibnu Najim (970 H) karya ini kemudian mendapat tanggapan luar biasa dengan setidaknya memunculkan 5 karya yang berkaitan dengan karya ini.

d.      Muhammad Mustofa al Khadimi (1176 H)

2.      Sumber-sumber kaidah fiqhiyah mazhab maliki

a.       Ushulul fataya karya Muhammad bin Harits bin asan Al Khosyni (361H)

b.      Al Farq karya Al Qarafi (684 H), memuat 548 kaidah fikih.

c.       Al Qawaid karya Muhammad Al Muqorry (758 H), memuat 758 kaidah fikih.

d.      Idhoh al masalik ila qawaid imam malik karya Ahmad bin Yahya alwansarisyi (914 H), memuat 118 kaidah fikih.

3.      Sumber-sumber kaidah fiqhiyah mazhab syafii

a.       Qawaid al ahkam fi mashalih al anam karya Izzudin bin Abdi salam (660 H)

b.      Asbah wa nadhair karya Ibnu Wakil As Syafii (716 H)

c.       Asbah wa nadhair karya Ibnu Wakl (716 H)

d.      Al Majmu’ fi qawaid al mazhab karya kholil al ‘Alaby (671 H)

e.       Asbah wa nadhair karya Ibnu subki (771 H)

f.       Al mantsur fi tartibi al qawaid al fiqhiyah karya al Zarkasyi (794 H)

g.      Asbah wa nadhair karya ibnu Mulqon (804 H)

h.      Al Qawaid karya Abi Bakar al hashani (729 H)

i.        Asbah wa nadhair karya Al suyuthi (911 H), memuat 20 kaidah.

j.        Al Istighna karya Sulaiman Al Bakary (1411 H)

4.      Sumber-sumber kaidah fiqhiyah mazhab hambali

a.       Al Qawaid Al Nuraniyah Al fiqhiyah karya Ibn Taimiyah (728 H)

b.      Al Qawaid Al Fiqhiyah karya Ahmad Ibn Hasan (771 H)

c.       Taqrir al Qawaid wa Tahrir al Fawaid Ibn Rajb (795 H) yang terkandung di dalamnya 160 kaidah fiqhiyah.

d.      Al Qawaid al Kulliyah wa al Dhawabith al Fiqhiyah karya Yusuf Ibn Hasan (909 H)

e.       Qawaid majallat al ahkam al syariyah ala mazhab imam ahmad ibn hanbal karya Ahmad Ibn Abdullah Al Hanafi (1359 H)

5.      Pada masa sekarang banyak kitab-kitab kaidah yang ditulis, seperti :

a.       Al-Qawa’id al-Fiqhiyah oleh Ali Ahmad al-Nadwi.

b.      Syarh al-Qawa’id al-fiqhiyah oleh Syekh Ahmad bin Syekh Muhammad Zarqa.

c.       Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id al-Fiqh al-Kuliyyah oleh Muh. Shiddieqy bin Ahmad al-Burnu.

d.      Idhah al-Qawa’id al-Fiqhiyah oleh Syekh Abdullah bin Said Muhammad Ibadi.

e.       Kaidah-kaidah Fikih oleh Asymuni A Rahman (dalam Bahasa Indonesia).

f.       Kaidah Fikih oleh Jaih Mubarok (dalam Bahasa Indonesia).

E.   Metodologi Penyusunan Qawaid Fiqhiyah

Metodologi ulama dalam penyusunan qawaid fiqhiyah dalam penyusunan kaidah fiqhiyah ulama tidak hanya berdasarkan atas satu metodologi saja. Terdapat bermacam-macam metodologi penyusunan kaidah fiqhiyah, diantaranya :

1.    Penyusunan sesuai dengan huruf hijaiyah

2.    Penyusunan sesuai dengan subyek pembahasannya

3.    Penyusunan sesuai dengan bab dalam fiqh

4.    Mengumpulkan kaidah-kaidah tidak secara urut

Metodologi ulama dalam hubungan antara kaidah fiqhiyah dengan yang ilmu yang lain : 

1.    Mengumpulkan kaidah fiqhiyah dengan kaidah-kaidh yang lainya

2.    Mengumpulkan kaidah fiqhiyah dengan subyek pembahasan fiqhiyah yang lain.

 


Bab III

Penutup

A.  Kesimpulan

Sejarah perkembangan qawaid fiqhiyyah menurut Ali Ahmad al-Nadawi dapat dibagi ke dalam tiga fase, yaitu:

1.      Fase pertumbuhan dan pembentukan

2.      Fase perkembangan dan kodifikasi

3.      Fase kematangan dan penyempurnaan

Dari ketiga fase tersebut, dapat kita ketahui bahwa:

1.    Kaidah-kaidah yang terdapat dalam lembaran-lembara kitab fiqh yang ditulis oleh para pendiri dan pemuka madzhab seluruhnya bukan berupa kaidah umum, namun masih dalam bentuk qa’idah madzhab. Dalam artian, kaidah itu hanya sesuai pada suatu maszhab tertentu tidak pada madzhab lain.

2.    Sebagian besar kaidah yang dibukukan pada abad-abad belakang atau sekarang, ternyata telah dikemukakan oleh para ulama sebelumnya dengan redaksi yang berbeda. Misalnya dalam Majallat al-Ahkam al-‘Adliyyah ada kaidahالاقرار حجة قاصرة   (pengakuan adalah hujjah yang terbatas). Dengan redaksi yang berbeda, kaidah ini telah dkemukakan al-Karkhi dalam kitabnya Risalah al-Karkhi (ushul al-karkhi) sebagai berikut: ان المرء يعامل فى حق نفسه كما اقربه ولا يصدق على ابطال حق الغير ولا بالزام الغير حقا(orang menggunkan hak pribadi sesuai dengan pengakuannya. Ia tidak dapat membatalkan hak orang lain atau menetapkan hak kepadanya).

3.    Qawaid fiqhiyyah terbentuk menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri secara berangsur-angsur. Di samping itu dalam pembuatannya pun para fuqaha membentuknya secara bertahap. Pada awalnya, hanya berupa pemikiran tentang suatu persoalan, kemudian setelah pemikiran tersebut mantap, baru mereka bentuk menjadi sebuah kaidah.

 

 

 

 

B.  Saran

Dalam makalah ini sudah dijelaskan mengenai bagaimana sejarah qawaidhul fiqhiyah, perkembangan dan penulisan qawaidhul fiqhiyah serta kaidah-kaidah apa saja yang terdapat di qawaidul fiqhiyah. Namun  kami merasa masih terdapat kekurangan  dan kelemahan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami meminta kritikan yang berupa saran dari teman-teman semua terutama kepada Dosen Pembimbing untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

 


 


DAFTAR PUSTAKA

al-Nadwiy, Ali Amad, al-Qawaid al-Fiqhiyah, Mafhumuha, Nasyatuha, Tatawwuruha (Damaskus: Dar alQalam, 1994)

al-Sadzali, Hasan Ali, al-Madkal li al-fiqh al-Islami, Tarikh alTasyri' al-Islami, (Kairo: Jamia'a al-Azhar, 1980)

al-Burnu, Muhahmmad Sidqi bin Ahmad bin Muhammad, al-Wajiz Fi Idhah Qwaid al-Fiqh al-kulliyah, (Beirut: Muasasah al-Risalah, 1996)

Kamil, Umar Abdullah, al-Qawaid al-Kulliah al-Kubra Wa Atsruha fi al-Muamalat al-Maliyah, (Disertasi Doktor Universitas al-Azhar t.t)

al-Zuhaili, Muhammad Mustafa, al-Qawaid al-Fiqiyah wa tathbiquha fi al-Mazahib al-Arba'ah, (Damaskus: Dar al-Fikri, 2006)

al-Khadimiy, Nuruddin Mukhtar, al-Muyassar fi 'Ilmi alQawaid al-Fiqiyah, (Tunisia: Yayasan Ibnu 'Asyur, 2007)

al-Ruki, Muhammad, Nazhariyah al-Taq'id al-Fiqiy, (Beirut, Dar Shafa, 2000)

http://nurieas.blogspot.com/2012/07/sejarah-perkembangan-qawaid-fiqhiyah.html Diakses pada tanggal 04 Juli 2012

 



[1] Muhammad al-Ruki, Nazhariyah al-Taq'id al-Fiqiy, 2000, Beirut: dar Shafa, hal 97-107

[2] Nuruddin Mukhtar al-Khadimiy, al-Muyassar fi 'Ilmi al-Qawaid alFiqiyah, 2007, Tunisia: yayasan Ibnu 'Asyur, hal. 43.

[3] Ibid hal. 44

[4] Al-Nadwi, op. cit. dan lihat Muhahmmad Sidqi bin Ahmad bin

Muhammad al-Burnu, al-Wajiz Fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, (Beirut: Muasasah al-Risalah, 1996), h. 90-91.

[5] Ibid, hal. 92, dan lihat Umar Abdulla Kamil, al-Qawaid al-Kulliah al-Kubra Wa Atsruha fi al-Muamalat al-Maliyah 7 , hal. 93.

[6] Ibid, hal 96

[7]        , hal. 103

[8] Ibid, hal. 133

[9] Ibid, hal 134

[10]      , hal. 135

[11]  , hal. 135-137

[12] Ibid, hal. 137-138

[13] Ibid, hal. 138-139

[14]  , hal. 139-140

[15] Ibid, hal.140 

[16] Ibid, hal. 156-157


Tidak ada komentar:

Posting Komentar